SEJARAH PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW. DAN DALILNYA
Sahabat Al Amin Center yang berbahagia, syukur Alhamdulillah kita sudah selesai mengadakan acara peringatan maulid nabi Muhammad Shollalahu 'Alaihi Wa Sallam bertepatan dengan malam hari santri nasional 2021. Alhamdulillah semoga kita semua dimudahkan oleh Allah SWT untuk senantiasa mengikuti sunnah-sunnah nabiNya, diakui sebagai ummat Rasulullah, mencintai dan dicintai oleh Allah SWT dan RasulNya serta kelak mendapat Syafaat dari Baginda Nabi Muhammad Shollalahu 'Alaihi Wa Sallam, Aamiin
Bagaimana sih sejarah dan dalil dari peringatan Maulid Nabi Muhammad ?
Sahabat, Sesungguhnya Nabi Muhammad Sallallahu alaihi Wasallam adalah utusan Allah dan rahmat bagi sekalian alam. Nabi Muhammad SAW. adalah nikmat terbesar dan anugerah teragung yang Allah berikan kepada alam semesta. Ketika manusia saat itu berada dalam kegelapan syirik, kufur, dan tidak mengenal Rabb pencipta mereka. Manusia mengalami krisis spiritual dan moral yang luar biasa. Nilai-nilai kemanusiaan sudah terbalik. Penyembahan terhadap berhala-berhala suatu kehormatan, perzinaan suatu kebanggaan, mabuk dan berjudi adalah kejantanan, dan merampok serta membunuh adalah suatu keberanian. Di saat seperti ini rahmat ilahi memancar dari jazirah Arab. Dunia ini melahirkan seorang Rasul yang ditunggu oleh alam semesta untuk menghentikan semua kerusakan ini dan membawanya kepada cahaya ilahi. Kelahiran makhluk mulia yang ditunggu jagad raya membuat alam tersenyum, gembira dan memancarkan cahaya. Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi pengarang kitab Maulid Habsyi (Biasa disebut Simtu Duror atau lengkapnya Simthud-Durar fi akhbar Mawlid Khairil Basyar min akhlaqi wa awshaafi wa siyar) menggambarkan kelahiran Nabi Mulia itu dalam syairnya yang indah:
اشرق الكون ابتهاجا بوجود المصطفى احمد و لأهل الكون انس وسرور قد تجدد
“Alam bersinar cemerlang bersukaria demi menyambut kelahiran Ahmad Al-Musthofa Penghuni alam bersukacita Dengan kegembiraan yang berterusan selamanya”.
Baiklah sebelum kita membahas masalah memperingati Maulid Nabi SAW serta membahas dalil-dalil yang menunjukan bolehnya memperingati Maulid yang mulia ini dan berkumpul dalam acara tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan perayaan maulid Pertama, kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan, terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal dan pada hari kelahiran beliau, hari Senin.
Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
“ Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. ’” (QS.Yunus:58).
Dari latar belakang ini lah umat islam merasakan kebahagian luar biasa atas kelahiran nabi dan memperingatinya setiap tahunnya, bahkan pada saat ini di setiap negara muslim, kita pasti menemukan orang-orang yang merayakan ulang tahun Nabi yang disebut dengan hari Maulid Nabi. Hal ini berlaku pada mayoritas umat islam di banyak Negara misalnya sebagai berikut: Mesir, Suriah, Libanon, Yordania, Palestina, Irak, Kuwait, Uni Emirat, Saudi Arabia (pada sebagian tempat saja) Sudan, Yaman, Libya, Tunisia, Aljazair, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki, Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan, Turkestan, Bosnia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan sebagian besar negara- negara Islam lainnya. Di negara-negara tersebut bahkan kebanyakan diperingati sebagai hari libur nasional. Semua negara-negara ini, yaitu duwal islamiyah, merayakan hari peringatan peristiwa ini. Bagaimana bisa pada saat ini ada sebagian minoritas yang berpendapat dan mempunyai keputusan bahwa memperingati acara maulid Nabi adalah sebuah keharaman dan bid’ah yang sebaiknya di tinggalkan oleh umat islam.
SEJARAH PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW.
Memang benar Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seremoni peringatan hari lahirnya. Kita belum pernah menjumpai suatu hadits/nash yang menerangkan bahwa pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian ahli sejarah mengatakan 9 Rabiul Awwal), Rasulullah SAW mengadakan upacara peringatan hari kelahirannya. Bahkan ketika beliau sudah wafat, kita belum pernah mendapati para shahabat r.a. melakukannya. Tidak juga para tabi`in dan tabi`it tabi`in. Menurut Al-Sakhowi, al-Maqrizi Al-Syafi’i (854 H) dalam bukunya “Al-Khutath” menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyah di Mesir. Dinasti Fathimiyyah mulai menguasai Mesir pada tahun 358 H dengan rajanya Al-Muiz Lidinillah, Namun sebenarnya menurut DR.N.J.G. Kaptein peneliti sejarah kebudayaan Islam dari Leiden University sumber asli yang menyebutkan tentang Maulid Nabi pada zaman tersebut sudah hilang. Konsekuensinya, perayaan Maulid pada zaman Fathimiyyah hanya diketahui secara tidak langsung dari beberapa sumber sejarawan yang hidup belakangan seperti Al-Maqrizi yang hanya melacak dari kitab yang telah hilang dari ulama zaman Fathimiyyah yaitu Ibnu Ma’mun ( Nama lengkapnya adalah Jamaluddin ibn Al-Ma’mun Abi Abdillah Muhammad ibn Fatik ibn Mukhtar Al-Bata’ihi dilahirkan sekitar sebelum tahun 515 H. Ayahnya adalah seorang wazir dinasti Fathimiyyah) dan Ibnu Tuwayr (Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdus Salam Al-Murtadho ibn Muhamammad ibn Abdus Salam ibn Al-Tuwayr Al-Fahrani Al-Qaysarani(525/1130-617/1220) seorang ulama dan sejarawan Mesir di antara kitabnya adalah Nuzhatul al maqtalaini fi akhbar al duwalataini al fatimiyyah wa sholahiyyah) Ibnu Al-Ma’mun.Kitab Sejarah yang paling awal menyebutkan tentang maulid di zaman Fathimiyyah adalah kitab karangan Ibn Al-Ma’mun. Sebenarnya kitab ini sudah hilang tetapi ada beberapa penulis yang menggunakan sumber dari hasil karya beliau di antaranya adalah Ibn Zafir (Wafat 613/1216 )[7], Kedua Ibn Muyassar(677/1277), ketiga Ibn Abd Al Zahir(w 692/1292). Tetapi yang paling banyak menggunakan sumber dokumentasi sejarah Ibn Ma’mun adalah sejarawan Al-Maqrizi Al-Syafi’i.Dalam beberapa bagian dalam kitab Khutat, Ibn Al-Ma’mun adalah salah satu sumber yang paling penting tentang deskripsi acara acara yang dilakukan oleh Dinasti Fathimiyyah seperti perayaan hari besar, festival, upacara dan sebagainya. Karena Ibn Al-Ma’mun adalah saksi hidup sebagai anak dari seorang wazir yang biasa menyelenggarakan banyak kegiatan perayaan dan seremonial kerajaan.Maulid di kenal kala itu dengan kata “Qala”. Ibn Al-Ma’mun berkata : sejak Afdhal Syahinsyah ibn Amirul Juyusy Badr al-Jamali menjadi wazir dia menghapus empat perayaan maulid yaitu maulid Nabi, Ali, Fatimah, dan imam yang saat itu memerintah. Sampai dia wafat tahun 515H barulah perayaan Maulid Nabi diselenggarakan lagi seperti dahulu oleh khalifah Al-Amir dan itu diteruskan sampai sekarang. Ibn Al-Tuwayr.Sumber kedua dari informasi perayaan Maulid pada zaman Fatimiyah adalah Ibn Al-Tuwayr. Penulis yang banyak menggunakan tulisan dia sebagai sumber sejarah adalah di antaranya adalah Ibn Al-Furat (807H), Ibn Khaldun (808H), Ibn Duqmaq (809H), Al-Qashashandi (821H), Al-Maqrazi (845H), Ibn Hajar Al-Asqalani (874H), Penulis-penulis tersebut menggunakan sumber informasi Ibn Tuwayr untuk mengkaji peristiwa-peristiwa yang terjadi pada era Dinasti Fathimiyyah. Beberapa peristiwa sejarah penting tentang sebuah perayaan terdapat di dalam dokumennya yang disebut mukhlaqat yang kemudian dicatat oleh para sejarawan selanjutnya seperti Al-Maqrizi yang kitab nya bisa kita baca pada zaman sekarang.Ibn Al-Tuwayr berkata, perayaan Maulid saat dinasti Fathimiyyah itu ada enam perayaan dan di antaranya adalah perayaan Maulid Nabi, Ali Bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, Husein, dan Khalifah yang saat itu memerintah. Ketika 12 Rabiul Awal datang, di beberapa tempat diadakan acara besar seperti membaca Al-Qur’an, pengajian di beberapa masjid dan mushola, dan beberapa majelis juga ikut untuk merayakannya. Sedangkan Ibnu Katsir dalam kitab tarikhnya bidayah wa nihayah, diikuti oleh Alhafiz Imam Suyuthi dalam Husn Al-Maqsid Fi ‘Amal al-Maulid juga pendapat yang dikuatkan oleh Prof Dr Sayyid Muhammad Alwi Al maliki dalam kitabnya Haula al Ihtifal bil Maulidi Nabawy As Syarif, menurut mereka yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi adalah seorang Raja Irbil (Saat itu gubernur terkadang di sebut malik atau amir. Irbil saat itu adalah propinsi masuk dalam Dinasti Ayyubiyyah.Irbil saat ini masuk dalam wilayah Kurdistan Iraq) yang dikenal keshalehannya dan kebaikannya dalam sejarah Islam yaitu Malik Muzhaffaruddin Abu Said Kukburi ibn Zainuddin Ali Ibn Tubaktakin pada tahun 630 H. Beliau adalah seorang pembesar dinasti Ayyubiyah yang kemudian dia mendapatkan mandat untuk memerintah Irbil pada tahun 586 H. Ibn Katsir bercerita mengatakan: “ Malik Muzhaffaruddin mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya secara besar-besaran. Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn al- Jauzi bahwa dalam peringatan tersebut Malik Muzhaffaruddin mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh para ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama fiqh, ulama hadits, ulama kalam, ulama ushul, para ahli tasawwuf dan lainnya. Sejak tiga hari sebelum hari pelaksanaan beliau telah melakukan berbagai persiapan. Ia menyembelih 15.000 ekor Kambing, 10.000 ekor Ayam, 100 Kuda, 100 ribu keju, 30 ribu manisan untuk hidangan para tamu yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Setiap tahunnya perayaan ini menghabiskan 300.000 Dinar. Perayaan ini diisi oleh ulama-ulama serta tokoh-tokoh sufi dari mulai Dzuhur sampe Subuh dengan ceramah-ceramah dan tarian-tarian sufi. Segenap para ulama saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh raja Al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua mengapresiasi dan menganggap baik perayaan Maulid Nabi yang digelar besar-besaran itu. Menurut ibn khalIikan, perayaan tersebut dihadiri oleh ulama dan sufi-sufi dari tetangga irbil, dari Baghdad, Mosul, Jaziroh, Sinjar, Nashibin, yang sudah berdatangan sejak Muharram sampai Rabiul Awwal. Pada awalnya Malik Muzhaffaruddin mendirikan kubah dari kayu sekitar 20 kubah, di mana setiap kubahnya memuat 4-5 kelompok, dan setiap bulan Safar kubah-kubah tersebut dihiasi dengan berbagai macam hiasan indah, di setiap kubah terdapat sekelompok paduan suara dan seperangkat alat musik, pada masa ini semua kegiatan masyarakat terfokus pada pelaksanaan acara pra-maulid dan mendekorasi kubah-kubah tersebut. Ibn Khallikan juga menceritakan bahwa Al-Imam Al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam untuk selanjutnya menuju Irak, ketika melintasi daerah Irbil, beliau mendapati Malik Muzhaffaruddin , raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi. Oleh karenanya al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “At-Tanwir Fi Maulid Al-Basyir An- Nadzir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada Raja Al-Muzhaffar. Perayaan itu dilaksanakan 2 kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 8 Rabiul Awal dan 12 Rabiul Awal, karena perbedaan pendapat ulama dalam Maulid Nabi. Di Indonesia, terutama dipesantren, para kyai dulunya hanya membacakan syi ’ir dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran Islam.Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat. Sekalipun dalam dua pendapat ini menyatakan bahwa perayaan Maulid Nabi mulai dilakukan pada permulaan abad ke 4 H dan tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah, para sahabat dan generasi Salaf. Namun demikian tidak berarti hukum perayaan Maulid Nabi dilarang atau sesuatu yang haram. Karena segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah atau tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu bertentangan dengan ajaran Rasulullah sendiri sebagaimana yang akan kami terangkan secara detail nanti pada Pembahasan hukum merayakan Maulid Nabi.
DALIL-DALIL PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW.
Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Diantara dalil-dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah:
1. Firman Allah SWT:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
“ Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. ’” (QS.Yunus:58).
Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran, “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’: 107). Dalam sebuah hadist disebutkan:
وذكر السهيلي أن العباس بن عبد المطلب رضي الله عنه قال : لما مات أبو لهب رأيته في منامي بعد حول في شر حال فقال ما لقيت بعدكم راحة الا أن العذاب يخفف عني كل يوم اثنين قال وذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد يوم الإثنين وكانت ثويبة بشرت أبا لهب بمولده فاعتقها .
As-Suhaeli telah menyebutkan” bahawa Abbas bin Abdul mutholibmelihat abu lahab dalam mimpinya,dan Abbas bertanya padanya,”Bagaimana keadaanmu? Abu lahab menjawab, di neraka, cuma setiap senin siksaku diringankan karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw.”(shahih bukhari hadits no.4813, sunan Baihaqi al-kubra hadits no.13701, syi’bul Iman no.281, fathul Baari al-Masyhur juz 11 hal431)
Peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari Senin tiba. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati, karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?
2. Beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya. Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻗَﺘَﺎﺩَﺓَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻱِّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ: ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺳُﺌِﻞَ ﻋَﻦْ ﺻَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺈِﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻓَﻘَﺎﻝَ” :ﻓِﻴْﻪِ ﻭُﻟِﺪْﺕُ ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻲَّ . ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
“ Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku. ” (H.R. Muslim)
3. Firman Allah :
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.. (Hud :120)”
Dari ayat ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya
4. Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala. Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً. الأحزاب
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman,bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara’, berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya
5. Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadits nabi untuk membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari ‘at Islam. Rasulullah bersabda:
ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓﻲِ ﺍْﻹِﺳْـﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨـَﺔً ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ (ﺭﻭﺍﻩﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ )
“Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebua perkara baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun “. (HR.Muslim dalam kitab Shahihnya).
Hadits ini memberikan keleluasaan kepada ulama ummat Nabi Muhammad untuk merintis perkara-perkara baru yang baik yang tidak bertentangan dengan al-Qur ‘an, Sunnah, Atsar maupun Ijma’.
Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satu- pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian berarti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, berarti telah mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa Nabi.
6. Dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya. Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.
7. Peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.Dulu, di masa Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan manarik kecintaannya dan keridhaannya.
8. Mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, balk fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlaq dan perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculkannya juga merupakan tuntutan agama.
9. Mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia dengan hari kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan, berkumpul untuk mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir, adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling nyata.
10. Dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu Adam diciptakan:” Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari di lahirkannya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulla?
11. Peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan qaidah yang diambil dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, “Apa yang dipandang balk oleh kaum muslimin, ia pun balk di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”
12. Dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.
13. Tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu (yang belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalii-dalil syara’.
14. Tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Umar ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.” Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu diharamkan.
15. Peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah SAW, sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang balk), karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah kulliyyah (yang bersifat global).Jadi, peringatan Maulid itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan perinaan-perinaan amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-amalan itu juga ada di masa Nabi.
16. Semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh syara’.
17. Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu, adalah terpuji
18. Setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan tidak dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemunkaran,itu termasuk ajaran agama.
19. Memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana yang Anda lihat, sebagian besar amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.
20. Semua yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya secara syariat peringatan Maulid Nabi SAW hanyalah pada peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan munkar yang tercela, yang wajib ditentang. Adapun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatan perbuatan yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diridhai Shahibul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan. Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut.
Demikian sejarah dan dalil dari peringatan maulid Nabi Muhammad Shollalahu 'Alaihi Wa Sallam, semoga dapat bermanfaat dan kita semua kelak mendapat syafaat dari beliau. Aamiin Ya Robbal 'Alamiin
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
Posting Komentar